“The
Greatness of Sharing”
Penyaji
: Bhikkhu Aggacitto
“Dhammapiti
Sukham Seti Vippasanena Cetasa,
Ariyappavedite
Dhamme Sada ramati pandito”
Ia yang mengenal Dhamma akan hidup
bahagia dengan pikiran tenang dan damai
Orang bijaksana selalu bergembira dalam
ajaran yang dibabarkan oleh para Ariya
(Dpd. Pandita Vagga : VI Syair 79)
Pada hakikatnya kehidupan
manusia tidak akan dapat terlepas dari yang namanya hubungan antar sesama (SIMBIOSIS MUTUALISME) sebab manusia
juga dapat diartikan sebagai makhluk sosial, tentu ia masih membutuhkan bantuan
maupun dukungan dan dorongan dari pihak lain. Demikian juga kehidupan para umat
perumahtangga (garavasa) yang
mempunyai hubungan sangat erat terhadap kehidupan para Bhikkhu, salah satunya
adalah hubungan timbal balik yang pengaplikasiannya para umat perumahtangga menyokong
kebutuhan-kebutuhan pokok para Bhikkhu (Catupacaya/
Parikkhara), sedangkan para Bhikkhu juga sama memberikan
kebutuhan-kebutuhan umat dalam bentuk nilai-nilai spiritual yaitu dengan memberikan
wejangan atau nasehat dhamma yang dapat dijadikan landasan hidup untuk menuju
keharmonisasian yang lebih baik. Jadi kontribusi kedua belah pihak ini sangat
perlu dibina dan dilestarikan demi menjaga kelangsungan dan keutuhan ajaran
sang Buddha didunia, para umat perumah tangga (garavasa) dan Bhikkhu harus senantiasa saling Asih, Asah dan Asuh
agar keseimbangan umat Buddha (Bhikkhu/
Bhikkhuni, Samanera/ Samaneri dan Upasaka/ Upasika) tetap terjaga dengan
baik (Sigalovada Sutta, Digha nikaya III, 31).
Umat Buddha tentu sudah
mengerti dan memahami apa yang disebut “Hari Kathina atau Sangha Dana di Bulan
Kathina”, yang mana setiap tahunnya umat Buddha selalu menyelenggarakan di Vihara-Vihara
atau Cetiya-Cetiya. Hari
Kathina secara umumnya bisa diartikan sebagai hari bhakti atau bentuk wujud
ungkapan terima kasih (Katannukatavedi)
kepada Bhikkhu Sangha yang telah memberikan kontribusi positif bagi umat dalam
penghayatan terhadap Buddha Dhamma, yang pelaksanaannya diwujudkan dengan
memberikan persembahan dana berupa kebutuhan-kebutuhan pokok meliputi sandang,
pangan dan papan (Civara : Jubah, Pindapata : makanan, Senasana : tempat tinggal (Kuti/Vihara), Gilanapaccayabhesajja
: obat-obatan). Hari
Kathina merupakan hari yang special dibandingkan dengan hari-hari lainnya untuk
menanam jasa kebajikan, tetapi hendaknya jangan disalah artikan bahwa dihari
lain/ dihari biasa tidak baik untuk melakukan kebajikan. Sebab persembahan dana
yang diberikan dihari Kathina bukan tertuju hanya kepada individu Bhikkhu
tertentu melainkan dana tersebut adalah untuk Sangha yaitu persamuan para
Bhikkhu. Tentunya ini merupakan kesempatan dan waktu yang tepat untuk menanam
jasa kebajikan diladang yang subur, karena Sangha merupakan pelestari dan
pemeliharaan ajaran Buddha yang murni, Oleh karenanya sabda Buddha menjelaskan “Sabba Danam Dhamma Danam Jinati – dari
seluruh dana, berdana untuk kepentingan dhamma jasa pahalanya melebihi segala
bentuk dana lainnya” (Dpd. Tanha Vagga
XXIV Syair 354). Terlebih didalam salah satu bagian Tipitaka “Velumakkha Sutta” telah dijelaskan "Berdana kepada orang yang
bermoral akan jauh lebih besar jasanya daripada berdana kepada orang yang tidak
mempunyai moral yang baik. Segala bentuk aktifitas dan rutinitas yang dilakukan
para Bhikkhu Sangha tidak terlepas dari yang namanya aturan (Vinaya). Secara tidak langsung semua dana
persembahan yang telah diberikan kepada Sangha akan bermanfaat dalam
pengembangan Buddha Dhamma dan tentunya semua dana tersebut tidaklah sia-sia.
Kendati demikian, umat
Buddha juga perlu memahami esensi didalam melakukan pemberian, baik kepada
Sangha maupun kepada siapa saja. Karena hal ini sangat berpengaruh kepada kesempurnaan
dari apa yang telah dilakukan. Meskipun menanam jasa kebajikan dilakukan
ditempat yang subur, akan tetapi jika benih dari yang ditanam maupun yang
menanam tidak sesuai maka semuanya juga tidak akan menghasilkan hasil yang
maksimal. Oleh karena itu ada beberapa hal yang mesti dipahami.:
1.
Cetana
Sampada (Niat)
Cetana
(niat) merupakan faktor yang sangat penting yang menjadi pendorong dalam segala
hal. Yang disebut Kamma baik maupun Kamma buruk juga didasari oleh cetana. Cetana adalah penentu/ motif dan sebagai motivator dalam melakukan
segala sesuatu, tanpa ada hal tersebut maka segalanya tidak akan pernah dapat
terlaksanakan dengan baik. Untuk itu hendaknya Cetana yang telah dimiliki tidak hanya bertujuan untuk kesenangan
indriawi, melainkan dipergunakan untuk tujuan yang luhur yaitu untuk
membebaskan diri dari kekotoran batin, untuk mengikis keserakahan, untuk
melenyapkan kebodohan dan untuk menumbuh kembangkan welas asih kepada sesama
maupun kepada semua makhluk.
Cetana
(niat) yang baik dalam memberi meliputi :
-
Pubbe Cetana
(sebelum melakukan)
Hendaknya
sebelum melakukan seseorang memiliki keyakinan dan niat yang baik dengan penuh
sukacita, kebahagiaan, ketulusan dan keiklasan terhadap dana yang diberikan.
-
Munca Cetana
(sesaat melakukan)
Hendaknya
sesaat melakukan seseorang memiliki keyakinan dan niat yang baik dengan penuh
sukacita, kebahagiaan, ketulusan dan keiklasan terhadap dana yang diberikan.
-
Aparapara Cetana
(sesudah melakukan)
Hendaknya
sesudah melakukan seseorang memiliki keyakinan dan niat yang baik dengan penuh
sukacita, kebahagiaan, ketulusan dan keiklasan tanpa ada rasa
penyesalan/kekecewaan atau terbebani dari apa yang sudah didanakan.
2.
Vatthu
Sampada (barang yang didanakan)
-
Hendaknya barang yang didanakan sebaiknya
barang-barang yang bersih
-
Tidak dari hasil pencurian atau penipuan,
didapatkan dengan usaha yang benar
-
Tidak diperoleh dengan cara melanggar hukum
Negara dan Agama
-
Dana diberikan dengan penuh hormat
3.
Pugala
Dana (penerima dana)
-
Sang Buddha pernah dituduh
seseorang: "Apakah benar Sang Bhagava mengajarkan bahwa berdana
kepada orang tidak punya moral itu tidak ada gunanya?" Sang
Buddha kemudian menjawab"Aku tidak pernah mengatakan demikian bahwa
berdana tidak ada gunanya, meskipun orang membuang sisa-sisa dari satu panci
atau mangkuk kedalam sebuah tambak atau telaga dan mengharap agar para makhluk
hidup di dalamnya dapat memperoleh makanan, perbuatan inipun merupakan sumber
dari kebaikan, apalagi dana yang diberikan kepada sesama manusia". (Anguttara
Nikaya III : 57) dari uraian tersebut tentu sudah jelas penerima dari
dana yang diberikan berpengaruh besar, tetapi sekali lagi bukan berarti orang
yang tidak bermoral jasa kebajikan tidak, Jasa kebajikan masih tetap ada akan
tetapi nilai dari jasa tersebut tidaklah maksimal.
-
Sang Buddha juga menyatakan dan
mempertegas kepada para siswanya bahwa "Berdana kepada Sangha
sangatlah besar jasa pahalanya” (Sangha
disini terdiri menjadi dua kelompok : Samutti Sangha – yaitu yang belum
mencapai kesucian dan Ariya Sangha - yaitu yang telah mencapai kesucian).
Dari
uraian diatas semoga dapat dijadikan bahan renungan umat Buddha agar dalam
melakukan kebajikan dapat memahami esensi yang sesungguhnya, sehingga kebajikan
yang telah dilakukan dapat memberikan manfaat yang jauh lebih besar. "Sesuai dengan benih yang ditabur maka
demikian pulalah buah yang kelak akan dituai, Mereka yang menanam kebajikan
akan tumbuh kebahagiaa, demikian juga sebaliknya” (Samyutta Nikaya I:227). Membiasakan praktik untuk memberi juga
dapat berfungsi meminimalisir hal-hal yang negative muncul didalam pikiran
terlebih dapat menumbuh kembangkan pikiran-pikiran yang bijaksana untuk menuju
kepada ketenangan dan kedamaian.
“Jika
ada sumur diladang bolehlah kita numpang mandi,
Jika
ada waktu dan kesempatan janganlah lupa untuk berbagi”
“Jalan-jalan
ke Brastagi, Jangan lupa membawa topi,
Umat
Buddha jangan takut berbagi, Karena itu bekal dihari nanti”
Sabbe Satta
Bhavantu Sukkhitata
Sadhu…Sadhu…Sadhu…