"Aku tidak mengajar untuk menjadikanmu sebagai murid-Ku. Aku tidak tertarik untuk membuatmu menjadi murid-Ku. Aku tidak tertarik untuk memutuskan hubunganmu dengan gurumu yang lama. Aku bahkan tidak tertarik untuk mengubah tujuanmu, karena setiap orang ingin lepas dari penderitaan. Cobalah apa yang telah Kutemukan ini, dan nilailah oleh dirimu sendiri. Jika itu baik bagimu, terimalah. Jika tidak, janganlah engkau terima." (Digha Nikaya 25 : Patika Vagga ; Udumbarika - Sīhanāda Sutta)



11 Agustus 2010

Ketidak sempurnaan manusia di dunia dan juga serta perjalanannya bukan tidak mungkin akan menemukan dan menghadapi sebuah hal yang tentunya semua itu tidaklah sama, terkadang sebuah hal yang menyenangkan tetapi terkadang juga sebuah hal yang tidak menyenangkan.
Manusia cenderung menolak ,memberontak, tidak rela menerimanya bahkan mengecam apa yang terjadi didalam dirinya yang sifatnya kurang menyenangkan. Sehingga banyak sudah cara pandang piker mereka menjadi kearah yang tidak benar. Keyakinan yang sebelumnya masih tipis mempermudah seseoarang untuk berbuat hal – hal yang negative, Keyakinan yang kebenarannya belum tentu terkadang mudah dipercayai dan dijadikan sebagai langkah – langkah demi mewujudkan apa yang diharapkannya,
Keyakinan serta kepercayaan yang membabi buta sering mengakibatkan seseorang menjadi tidak puas, sehingga penderitaanlah yang akhirnya mereka rasakan. Keyakinan seperti ini bukanlah cara pandang dalam konsep Buddhis yang real, cara pandang yang tepat dan benar. Didalam Buddhasasana Saddha (keyakinan) diajarkan tidak hanya untuk sekedar percaya yang membabi buta saja, melainkan Saddha (keyakinan) didalam ajaran Buddha adalah kepercayaan yang berdasarkan kebijaksanaan dan apa yang diajarkan Buddha merupakan kebenaran mutlak,bukan suatu hal yang masih diragukan, yg diterapkan untuk tidak hanya sekedar percaya membabibuta saja, tetapi kita di tuntut untuk melihat, mengetahui dan memahami (ehipassiko ) agar pemahaman dan kepastian itu kita temukan sendiri.
Sehingga Keyakinan seperti inilah, keyakinan yang rasional, keyakinan yang dewasa, keyakinan yang benar – benar muncul dari dalam diri sendiri tanpa ada pengaruh dari manapun, tanpa dimonopoli oleh siapapun, Tetapi keyakinan juga mesti harus diiringi dengan kebijaksanaan, pikiran dan serta pandangan benar,agar keyakinan tersebut bisa terarah, Keyakinan akan menjadi persoalan dan masalah apabila seseoarang tidak bisa melihat sesuatu dengan jelas.

Dalam Buddhasasana ada beberapa kelompok tentang pandang Saddha (keyakinan)
1. Keyakinan yang Real
2. Keyakinan sifat – sifat yang baik
3. Keyakinan berdasarkan harapan

(Ang.Nikaya IV.34) Para Bhikkhu ada 4 jenis keyakinan yg terbaik, apakah itu ???

“Para Bhikkhu, diantara semua makhluk – makhluk hidup, baik yang tanpa kaki atau berkaki dua, berkaki emapat atau berkaki banyak yang berbentuk atau tanpa bentuk, yang bisa memahami atau yg tdk bisa memahami……..””Sang Tathagata, Arahat yg sepenuhnya tercerahkan, yg terbaik diantara semua. Mereka yang memiliki keyakinan pada Buddha memiliki keyakinan yang terbaik. Hasil yang terbaik akan mereka miliki”

“Para Bhikkhu diantara hal – hal yg berkondisi, jalan mulia berunsur 8 dianggap yg terbaik diantara semuanya, dan bagi mereka yang memiliki kayakinan pada yang terbaik hasil yang terbaik akan mereka miliki”

“Para Bhikkhu, diantara hal – hal yang berondisi dan hal – hal yang tak berkondisi, mereka memiliki keyakinan terhadap Dhamma yang tanpa Nafsu, memiliki keyakinan pada yang terbaik, hasil yang terbaik akan mereka miliki”

“Para Bhikkhu diantara semua kelompok atau komonitas, Sangha siswa Sang Tathagata dianggap yg terbaik dan memiliki keyakinan terbaik, hasil yg terbaik akan mereka miliki”

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.....

10 Agustus 2010

Dalam kitab suci Tipitaka diuraikan mengenai empat hari suci agama Buddha, yaitu :
1. Hari Suci Waisak.
2. Hari Suci Asadha.
3. Hari Suci Khatina.
4. Hari Suci Magha Puja.
Dari ke empat hari suci agama Buddha tersebut, hanya hari Vaisak lah yang mungkin sering didengar dan diketahui oleh kalayak umum. Terkadang juga hari asadha juga masih tabu bagi umat Buddha sendiri, masih banyak umat Buddha yg belum mengerti apa hari Asadha tersebut. Padahal hari Asadha merupakan salah satu hari yg penting dalam agama Buddha.
Hari Suci Asadha
Peristiwa suci Asadha merupakan peristiwa yang mempunyai arti yang amat penting, bahkan mempunyai nilai keramat bagi kemanusiaan. Sebab, dengan terjadinya peristiwa Asadha itulah, maka sampai saat ini umat Buddha masih dapat mengenal Buddha Dhamma yang merupakan rahasia hidup dan kehidupan ini; Buddha Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya.
Hari suci Asadha memperingati tiga peristiwa penting, yaitu :
1. Khotbah pertama Sang Buddha kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana.
2. Terbentuknya sangha Bhikkhu yang pertama.
3. Lengkapnya Tiratana/Triratna ( Buddha, Dhamma, dan Sangha ).
Tepat dua bulan setelah mencapai Penerangan Sempurna, Sang Buddha membabarkan Dhamma untuk pertama kalinya kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Mereka yang kemudian disebut Panca Vaggiya Bhikkhu ini adalah Kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama, dan Assaji.
Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Sang Buddha membentuk Sangha Bhikkhu yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Sang Buddha ).
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Sang Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Sang Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Sang Buddha mengajarkan mengenai Empat Kesunyataan Mulia ( Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.
Cattari Ariya Saccani atau Empat Kesunyataan Mulia itu terdiri atas :
1. Dukkha Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang adanya dukkha.
2. Dukkha Samudaya Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang sebab dukkha.
3. Dukkha Nirodha Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang lenyapnya dukkha.
4. Dukkha Nirodha Gamini Patipada Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang Jalan untuk melenyapkan dukkha.
Sang Buddha mengajarkan bahwa hidup dalam bentuk apapun adalah dukkha atau penderitaan. Umat Buddha tidak boleh menutup mata pada kebenaran tentang adanya penderitaan yang mencengkeram kehidupan ini. Umat Buddha harus menyadari dan mengakui kenyataan bahwa hidup ini adalah penderitaan. Umat Buddha harus menghadapi penderitaan yang datang padanya dengan tabah.
Selanjutnya, umat Buddha harus berusaha mencabut akar penderitaan itu, agar tidak bertumimbal lahir terus menerus. Sang Buddha mengajarkan bahwa akar atau sebab penderitaan itu adalah tanha atau nafsu-nafsu keinginan rendah yang tidak ada habis-habisnya. Tanha terdiri atas tiga jenis, yaitu :
1. Kama tanha, yang berarti keinginan akan kenikmatan-n-kenikmatan indria.
2. Bhava tanha, yang berarti keinginan akan kelangsungan atau perwujudan.
3. Vibhava tanha, yang berarti keinginan akan pemusnahan.
Hanya dengan terpotongnya sebab penderitaan atau tanha sampai keakar-akarnya, maka kebahagiaan tertinggi dapat dicapai. Hanya dengan dilenyapkanya tanha, maka dukkha juga dapat dilenyapkan. Lenyapnya dukkha berarti tercapainya Nibbana.
Sang Buddha mengajarkan bahwa ada satu jalan untuk membebaskan makhluk dari penderitaan, yaitu Ariya Atthangika Magga (Jalan Mulia Berunsur Delapan). Jalan yang Agung dan Keramat ini hanyalah satu, tetapi terdiri atas delapan unsur yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu dari yang lainnya. Jalan Keramat ini dikenal juga sebagai “ Jalan Tengah “ ( Majjhima Patipada ), karena “Jalan” ini mengindari dan berada di luar cara hidup yang ekstrim, yaitu pemuasan nafsu yang berlebih-lebihan dan penyiksaan diri.
Ariya Atthangika Magga ini terdiri atas :
1. Samma Ditthi, yang berarti Pandangan Benar.
2. Samma Sankappa, yang berarti Pikiran Benar.
3. Samma Vaca, yang berarti Ucapan Benar.
4. Samma Kammanta, yang berarti Perbuatan Benar.
5. Samma Ajiva, yang berarti Penghidupan Benar.
6. Samma Vayama, yang berarti Daya Upaya Benar.
7. Samma Sati, yang berarti Perhatian Benar.
8. Samma Samadhi, yang berarti Konsentrasi Benar.
Ariya Atthangika Magga dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu : sila, samadhi, dan panna. Umat Buddha harus mengembangkan latihan sila, samadhi, dan panna dalam kehidupan sehari-hari. Memang tidak mudah untuk melakukan hal ini. Tetapi juga bukan sesuatu yang tidak mungkin.
Sila berarti prilaku yang baik atau tingkah laku yang luhur. Sila meliputi tiga bagian dari Ariya Atthangika Magga, yaitu : Samma Vaca, Samma Kammanta, dan Samma Ajiva.
Samadhi berarti konsentrasi, yaitu pemusatan pikiran pada satu objek yang baik. Samadhi meliputi tiga bagian dari Ariya Atthangika Magga, yaitu Samma Vayama, Samma Sati, dan Samma Samadhi.
Panna berati kebijaksanaan luhur, yaitu mengetahui antara yang benar dan tidak benar, yang berguna dan tidak berguna. Panna meliputi dua bagian dari Ariya Atthangika Magga, yaitu Samma Ditthi dan Samma Sankhappa.
Sang Buddha telah mewariskan Cattari Ariya Saccani untuk direalisasikan agar dapat melepaskan diri dari siklus kelahiran yang berulang-ulang yang penuh dengan penderitaan ini. Ya….umat Buddha harus berjuang dengan gigih dalam kehidupan sehari-hari, untuk memperkecil sebab-sebab penderitaan, untuk mencapai kebahagiaan setahap demi setahap. Ingatlah, hanya dengan berjuang sungguh-sungguh dalam Dhamma dan Vinaya, barulah orang dapat diri masing-masing.
Dalam Ratana Sutta bait kesembilan terdapat sabda Sang Buddha sebagai berikut:
“ Mereka yang telah menembus Empat Kesunyataan Mulia,
yang dibabarkan dengan jelas oleh Sang Maha Bijaksana,
meskipun belum sempurna,
namun mereka tidak akan mengalami kelahiran yanga kedelapan.”

Ini berarti bahwa mereka mencapai tingkat kesucian Sotapanna, yang akan lahir paling banyak tujuh kali lagi.