"Aku tidak mengajar untuk menjadikanmu sebagai murid-Ku. Aku tidak tertarik untuk membuatmu menjadi murid-Ku. Aku tidak tertarik untuk memutuskan hubunganmu dengan gurumu yang lama. Aku bahkan tidak tertarik untuk mengubah tujuanmu, karena setiap orang ingin lepas dari penderitaan. Cobalah apa yang telah Kutemukan ini, dan nilailah oleh dirimu sendiri. Jika itu baik bagimu, terimalah. Jika tidak, janganlah engkau terima." (Digha Nikaya 25 : Patika Vagga ; Udumbarika - Sīhanāda Sutta)



02 November 2013



“The Greatness of Sharing”
Penyaji : Bhikkhu Aggacitto

“Dhammapiti Sukham Seti Vippasanena Cetasa,
Ariyappavedite Dhamme Sada ramati pandito”
Ia yang mengenal Dhamma akan hidup bahagia dengan pikiran tenang dan damai
Orang bijaksana selalu bergembira dalam ajaran yang dibabarkan oleh para Ariya
(Dpd. Pandita Vagga : VI Syair 79)

Pada hakikatnya kehidupan manusia tidak akan dapat terlepas dari yang namanya hubungan antar sesama (SIMBIOSIS MUTUALISME) sebab manusia juga dapat diartikan sebagai makhluk sosial, tentu ia masih membutuhkan bantuan maupun dukungan dan dorongan dari pihak lain. Demikian juga kehidupan para umat perumahtangga (garavasa) yang mempunyai hubungan sangat erat terhadap kehidupan para Bhikkhu, salah satunya adalah hubungan timbal balik yang pengaplikasiannya para umat perumahtangga menyokong kebutuhan-kebutuhan pokok para Bhikkhu (Catupacaya/ Parikkhara), sedangkan para Bhikkhu juga sama memberikan kebutuhan-kebutuhan umat dalam bentuk nilai-nilai spiritual yaitu dengan memberikan wejangan atau nasehat dhamma yang dapat dijadikan landasan hidup untuk menuju keharmonisasian yang lebih baik. Jadi kontribusi kedua belah pihak ini sangat perlu dibina dan dilestarikan demi menjaga kelangsungan dan keutuhan ajaran sang Buddha didunia, para umat perumah tangga (garavasa) dan Bhikkhu harus senantiasa saling Asih, Asah dan Asuh agar keseimbangan umat Buddha (Bhikkhu/ Bhikkhuni, Samanera/ Samaneri dan Upasaka/ Upasika) tetap terjaga dengan baik  (Sigalovada Sutta, Digha nikaya III, 31).
Umat Buddha tentu sudah mengerti dan memahami apa yang disebut “Hari Kathina atau Sangha Dana di Bulan Kathina”, yang mana setiap tahunnya umat Buddha selalu menyelenggarakan di Vihara-Vihara atau Cetiya-Cetiya. Hari Kathina secara umumnya bisa diartikan sebagai hari bhakti atau bentuk wujud ungkapan terima kasih (Katannukatavedi) kepada Bhikkhu Sangha yang telah memberikan kontribusi positif bagi umat dalam penghayatan terhadap Buddha Dhamma, yang pelaksanaannya diwujudkan dengan memberikan persembahan dana berupa kebutuhan-kebutuhan pokok meliputi sandang, pangan dan papan (Civara : Jubah, Pindapata : makanan, Senasana : tempat tinggal (Kuti/Vihara), Gilanapaccayabhesajja : obat-obatan). Hari Kathina merupakan hari yang special dibandingkan dengan hari-hari lainnya untuk menanam jasa kebajikan, tetapi hendaknya jangan disalah artikan bahwa dihari lain/ dihari biasa tidak baik untuk melakukan kebajikan. Sebab persembahan dana yang diberikan dihari Kathina bukan tertuju hanya kepada individu Bhikkhu tertentu melainkan dana tersebut adalah untuk Sangha yaitu persamuan para Bhikkhu. Tentunya ini merupakan kesempatan dan waktu yang tepat untuk menanam jasa kebajikan diladang yang subur, karena Sangha merupakan pelestari dan pemeliharaan ajaran Buddha yang murni, Oleh karenanya sabda Buddha menjelaskan “Sabba Danam Dhamma Danam Jinati – dari seluruh dana, berdana untuk kepentingan dhamma jasa pahalanya melebihi segala bentuk dana lainnya” (Dpd. Tanha Vagga XXIV Syair 354). Terlebih didalam salah satu bagian Tipitaka “Velumakkha Sutta” telah dijelaskan "Berdana kepada orang yang bermoral akan jauh lebih besar jasanya daripada berdana kepada orang yang tidak mempunyai moral yang baik. Segala bentuk aktifitas dan rutinitas yang dilakukan para Bhikkhu Sangha tidak terlepas dari yang namanya aturan (Vinaya). Secara tidak langsung semua dana persembahan yang telah diberikan kepada Sangha akan bermanfaat dalam pengembangan Buddha Dhamma dan tentunya semua dana tersebut tidaklah sia-sia.
Kendati demikian, umat Buddha juga perlu memahami esensi didalam melakukan pemberian, baik kepada Sangha maupun kepada siapa saja. Karena hal ini sangat berpengaruh kepada kesempurnaan dari apa yang telah dilakukan. Meskipun menanam jasa kebajikan dilakukan ditempat yang subur, akan tetapi jika benih dari yang ditanam maupun yang menanam tidak sesuai maka semuanya juga tidak akan menghasilkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu ada beberapa hal yang mesti dipahami.:
1.      Cetana Sampada (Niat)
Cetana (niat) merupakan faktor yang sangat penting yang menjadi pendorong dalam segala hal. Yang disebut Kamma baik maupun Kamma buruk juga didasari oleh cetana. Cetana adalah penentu/ motif dan sebagai motivator dalam melakukan segala sesuatu, tanpa ada hal tersebut maka segalanya tidak akan pernah dapat terlaksanakan dengan baik. Untuk itu hendaknya Cetana yang telah dimiliki tidak hanya bertujuan untuk kesenangan indriawi, melainkan dipergunakan untuk tujuan yang luhur yaitu untuk membebaskan diri dari kekotoran batin, untuk mengikis keserakahan, untuk melenyapkan kebodohan dan untuk menumbuh kembangkan welas asih kepada sesama maupun kepada semua makhluk.
Cetana (niat) yang baik dalam memberi meliputi :
-          Pubbe Cetana (sebelum melakukan)
Hendaknya sebelum melakukan seseorang memiliki keyakinan dan niat yang baik dengan penuh sukacita, kebahagiaan, ketulusan dan keiklasan terhadap dana yang diberikan.
-          Munca Cetana (sesaat melakukan)
Hendaknya sesaat melakukan seseorang memiliki keyakinan dan niat yang baik dengan penuh sukacita, kebahagiaan, ketulusan dan keiklasan terhadap dana yang diberikan.
-          Aparapara Cetana (sesudah melakukan)
Hendaknya sesudah melakukan seseorang memiliki keyakinan dan niat yang baik dengan penuh sukacita, kebahagiaan, ketulusan dan keiklasan tanpa ada rasa penyesalan/kekecewaan atau terbebani dari apa yang sudah didanakan.
2.      Vatthu Sampada (barang yang didanakan)
-          Hendaknya barang yang didanakan sebaiknya barang-barang yang bersih
-          Tidak dari hasil pencurian atau penipuan, didapatkan dengan usaha yang benar
-          Tidak diperoleh dengan cara melanggar hukum Negara dan Agama
-          Dana diberikan dengan penuh hormat
3.      Pugala Dana (penerima dana)
-          Sang Buddha pernah dituduh seseorang: "Apakah benar Sang Bhagava mengajarkan bahwa berdana kepada orang tidak punya moral itu tidak ada gunanya?" Sang Buddha kemudian menjawab"Aku tidak pernah mengatakan demikian bahwa berdana tidak ada gunanya, meskipun orang membuang sisa-sisa dari satu panci atau mangkuk kedalam sebuah tambak atau telaga dan mengharap agar para makhluk hidup di dalamnya dapat memperoleh makanan, perbuatan inipun merupakan sumber dari kebaikan, apalagi dana yang diberikan kepada sesama manusia". (Anguttara Nikaya III : 57) dari uraian tersebut tentu sudah jelas penerima dari dana yang diberikan berpengaruh besar, tetapi sekali lagi bukan berarti orang yang tidak bermoral jasa kebajikan tidak, Jasa kebajikan masih tetap ada akan tetapi nilai dari jasa tersebut tidaklah maksimal.
-          Sang Buddha juga menyatakan dan mempertegas kepada para siswanya bahwa "Berdana kepada Sangha sangatlah besar jasa pahalanya” (Sangha disini terdiri menjadi dua kelompok : Samutti Sangha – yaitu yang belum mencapai kesucian dan Ariya Sangha - yaitu yang telah mencapai kesucian).
Dari uraian diatas semoga dapat dijadikan bahan renungan umat Buddha agar dalam melakukan kebajikan dapat memahami esensi yang sesungguhnya, sehingga kebajikan yang telah dilakukan dapat memberikan manfaat yang jauh lebih besar. "Sesuai dengan benih yang ditabur maka demikian pulalah buah yang kelak akan dituai, Mereka yang menanam kebajikan akan tumbuh kebahagiaa, demikian juga sebaliknya” (Samyutta Nikaya I:227). Membiasakan praktik untuk memberi juga dapat berfungsi meminimalisir hal-hal yang negative muncul didalam pikiran terlebih dapat menumbuh kembangkan pikiran-pikiran yang bijaksana untuk menuju kepada ketenangan dan kedamaian.
“Jika ada sumur diladang bolehlah kita numpang mandi,
Jika ada waktu dan kesempatan janganlah lupa untuk berbagi”
“Jalan-jalan ke Brastagi, Jangan lupa membawa topi,
Umat Buddha jangan takut berbagi, Karena itu bekal dihari nanti”
Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitata
Sadhu…Sadhu…Sadhu…