"Aku tidak mengajar untuk menjadikanmu sebagai murid-Ku. Aku tidak tertarik untuk membuatmu menjadi murid-Ku. Aku tidak tertarik untuk memutuskan hubunganmu dengan gurumu yang lama. Aku bahkan tidak tertarik untuk mengubah tujuanmu, karena setiap orang ingin lepas dari penderitaan. Cobalah apa yang telah Kutemukan ini, dan nilailah oleh dirimu sendiri. Jika itu baik bagimu, terimalah. Jika tidak, janganlah engkau terima." (Digha Nikaya 25 : Patika Vagga ; Udumbarika - Sīhanāda Sutta)



17 Agustus 2009

11 Agustus 2009

MAHA METTA


Ahaṁ sukhito homi , niddhukkho homi, avero homi, abyāpajjho

hommi, anīgho homi sukhi atthānaṁ pariharami


Metta

Sabbe sattā averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu

Sabbe pāṇā averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu

Sabbe bhutā averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu

Sabbe puggalā averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu

Sabbe attabhavapariyāpana averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu

Sabba itthiyo averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu

Sabbe purisā averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu

Sabbe ariyā averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu

Sabbe anariyā averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu

Sabbe devā averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu

Sabbe manussā averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānam pariharantu

Sabbe vinipatikā averā abyāpajjhā anīghā sukhī attānaṁ pariharantu


Karuna

Sabbe sattā Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabbe pāṇā Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabbe bhutā Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabbe puggalā Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabbe attabhavapariyāpana Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabba itthiyo Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabbe purisā Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabbe ariyā Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabbe anariyā Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabbe devā Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabbe manussā Sabbadukkhā pamuñcantu

Sabbe vinipatikā Sabbadukkhā pamuñcantu


Mudita

Sabbe sattā Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabbe pāṇā Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabbe bhutā Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabbe puggalā Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabbe attabhavapariyāpana Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabba itthiyo Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabbe purisā Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabbe ariyā Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabbe anariyā Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabbe devā Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabbe manussā Laddhasampattito mā vigacchantu

Sabbe vinipatikā Laddhasampattito mā vigacchantu


Upekkha

Sabbe sattā Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā

yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabbe pāṇā Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabbe bhutā Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabbe puggalā Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabbe attabhavapariyāpana Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabba itthiyo Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabbe purisā Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabbe ariyā Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabbe anariyā Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabbe devā Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabbe manussā Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti

Sabbe vinipatikā Kammassakā kammadāyādā kammayonī kammabandhū kammapatisaranā yaṁ kammaṁ karissanti kalyānaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti


10 Agustus 2009


KASIH IBU

Ia yang mengadili orang lain dengan tidak tergesa-gesa, bersikap adil dan tidak berat sebelah, yang senantiasa menjaga kebenaran, pantas disebut orang yang adil (Dhammapada XIX:2)


Seorang ibu menyuapkan makanan ke mulut anaknya dengan kasih, ketika ada makanan yang berceceran di pipi anaknya, dengan penuh kesabaran dilapnya makanan tersebut. Selintas berkelabat sebuah film kehidupan, di mana anak tersebut memasuki masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan pada akhirnya berkeluarga. Film tersebut berhenti diputar, kembali kepada realita kehidupan di mana sang ibu sudah berubah menjadi tua dan menjadi seorang nenek. Tubuh sang ibu menjadi ringkih, tingkahnya pun kembali menjadi seorang anak yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari anak-anaknya.

Pernah mendengar kata pepatah yang mengatakan bahwa, 'Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepenggal jalan'?? Memang kadang kala kita sebagai manusia sering melupakan jasa baik yang telah diperbuat oleh seseorang kepada kita, lebih mudah bagi kita untuk mengingat kejahatan yang telah dilakukan oleh orang lain terhadap kita. Kadang? kita berpikir bahwa ibu kita terlalu bawel, terlalu cerewet, mau tahu, suka mengatur, suka memberitahu dan 1001 kejelekan lain yang dimiliki olehnya.? Tapi pernahkah kita memikirkan perjuangannya untuk? melahirkan kita? Seorang ibu mengandung selama 9 bulan, dengan mempertaruhkan jiwanya sendiri dilahirkannya anaknya yang tercinta ke dunia. Luar biasa. Pernahkah kita memikirkan perjuangannya untuk membesarkan kita dari kita kecil hingga menjadi dewasa?

Seorang ibu mempunyai kasih yang luar biasa sekali. Sebelum kita meminta kepadanya, seorang ibu sudah mengetahui apa yang dibutuhkan oleh anaknya. Ingatkah waktu kita kecil, ketika hendak berangkat ke sekolah kita datang kepada ibu kita, sebelum kita meminta uang jajan, beliau sudah terlebih dahulu dan memberikan uang jajan tersebut. Makanan yang terenak diberikan kepada anak-anaknya, yang tidak enak dimakannya sendiri. Banyak sekali jasa seorang ibu terhadap anak-anaknya.

Tiada kebahagiaan yang paling besar bagi seorang ibu, ketika melihat anaknya sukses dan berbahagia. Maka dari itu sudah selayak dan sepantasnya, kita sebagai seorang anak mengucapkan terima kasih dan melakukan penghormatan serta membalas budi baik sang ibu. Banyak cara untuk melakukan hal ini seperti membantu pekerjaan di rumah, belajar dengan rajin, melaksanakan sila yang baik, mempunyai pergaulan yang benar, rajin ke vihara dan mengurus beliau ketika sudah uzur, bukan memasukkannya ke panti jompo.

Waktu berlalu dengan cepat, detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, minggu berganti bulan, bulan berganti menjadi tahun. Ingatlah kehidupan ini tidaklah pasti, yang pasti hanyalah kematian. Jadikan setiap hari dalam kehidupan kita menjadi suatu kesempatan untuk menyatakan kasih dan sayang kita kepada ibu bukan hanya pada hari ibu saja (22 Desember). Jangan tunggu sampai ibu kita tiada, marilah kita mulai membahagiakan ibu kita dari sekarang. It's better to say it now while you have the chance to say it because life it's too short. Say it loudly from the deep of your heart, “I luv u, Mom.”


MATA YATHA NIYAM PUTTAM
AYUSA EKAPUTTAMANURAKKHE
EVAMPI SABBABHUTESU
MANASAMBHAVAYE APARIMANAM

Bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan jiwanya
Melindungi anaknya yang tunggal,
Demikianlah terhadap semua makhluk
Dipancarkannya pikiran (kasih sayangnya) tanpa batas.


"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."


-->
Vassa, Pavarana dan Kathina
Pendahuluan
Sudah merupakan suatu kewajiban bagi umat buddha untuk selalu melestarikan Ajaran Buddha, seperti halnya memperingati hari-hari penting didalam Buddhasasana. Asalha Puja selalu diperingati oleh umat Buddha setiap tahun, mengenang suatu peristiwa yang sangat langka didunia ini. Saat itulah Buddha membabarkan khotbah pertamanya yang disebut dengan Dhammacakkapavatthana Sutta, yang dibabarkan dikusinara kepada Panca Vaggiya Bhikkhu atau Lima orang pertama. Saat itulah terbentuknya sangha didalam buddha sasana.
Vassa (berdiam dimusim hujan)
Sehari setelah diperingatinya asalha puja sebagai hari Dhamma dan terbentuknya sangha, para bhikkhu sangha memasuki masa vassa atau musim hujan/ rain retreat. Masa vassa disini merujuk pada musim dimana musim tersebut para bhikkhu sangha tidak diperkenankan keluar vihara seperti hari-hari biasa. Para bhikkhu, yang tinggal disuatu tempat dimana mereka bertekad untuk bervassa selama tiga bulan, harus menentukan tempat itu sebagai tempat tinggal selama vassa dengan mengucapkan kalimat dalam bahasa pali sebagai berikut: “Imasmim Avase Imam Temasam Vassam Upema” artinya kami akan berdiam didalam vihara ini selama tiga bulan dari musim hujan. Jika seorang bhikkhu tinggal sendiri disuatu tempat ia harus mengucapkan kalimat dalam bahasa pali sebagai berikut: “Imasmim Vihare Imam Temasam Vassam Upemi” yang artinya saya bertempat tinggal ditempat ini selama tiga bulan dari musim hujan. Para bhikkhu tidak dianjurkan untuk mengembara selama musim ini. Apabila ada seorang bhikkhu yang mempunyai suatu urusan yang harus ia lakukan maka ia dapat meninggalkan tempat tinggalnya tidak lebih dari tujuh hari dan bertekad kembali pada hari tersebut. Hal ini disebut dengan Sattahakaraniya (urusan selama tujuh harus diselesaikan). Menurut aturan didalam Mahavagga dan Cullavagga-Vinaya Pitaka-Tipitaka ada beberapa poin diantaranya:
1. Ingin mengunjungi orang tua yang sakit.
2. Memberi nasehat kepada seorang bhikkhu yang ingin lepas jubah (disrobe)
3. Ingin mencari bahan-bahan untuk pembangunan sebuah vihara
4. Memberi sebuah kontribusi kepada umat supaya mereka bisa berbuat kebajikan
Ini merupakan aturan yang harus diambil oleh seorang bhikkhu jika mereka ingin meninggalkan tempat selama masa vassa. Jika para bhikkhu meninggalkan tempat tanpa melakukan tekad untuk kembali atau tidak kembali selama tujuh hari maka Vassanya putus. Maka bhikkhu yang melanggar tradisi ini telah melakukan pelanggaran Dukkata.
Kronologi munculnya Vassa (berdiam pada musim hujan)
Ada tradisi bahwa para bhikkhu disalah satu musim tidak dianjurkan untuk mengembara atau berdutthanga, dan diharuskan untuk tinggal disuatu tempat selama tiga bulan. Vassa yaitu berdiam selama musim hujan. Waktu ini dihitung dari perhitungan bulan dan matahari yang biasanya jatuh pada hari setelah bulan purnama dibulan ketujuh.
Pada saat vassa belum ditentukan oleh Buddha sehingga para bhikkhu pada waktu itu selalu mengadakan perjalanan jauh selama musim dingin, hujan dan panas. Mereka keluar masuk sawah, kebun dan ladang milik petani sehingga mengakibatkan tumbuh-tumbuhan yang ditanam oleh petani menjadi rusak dan banyak binatang yang mati. Sehingga masyarakat mencela para bhikkhu dan membandingkan dengan pertapa-pertapa lain karena pertapa-pertapa yang lain bisa menetap disuatu tempat ketika musim hujan tiba. Mendengar celaan dan kritikan dari masyarakat beberapa bhikkhu menghadap Buddha dan melaporkan kejadian ini. Pada akhirnya Buddha bersabda: “Para bhikkhu, saya izinkan kalian untuk melaksanakan masa vassa.” Lalu para bhikkhu bertanya lagi: “Kapan masa vassa bisa dimulai?” lalu Buddha menjawab: “Saya izinkan kalian untuk berdiam selama musim hujan.” Para bhikkhu bertanya lagi kepada Buddha: “Lalu berapa banyak periode kami harus mulai berdiam?” Buddha berkata: “Oh para bhikkhu ada dua periode dalam menjalankan masa vassa. Periode pertama dilakukan setelah bulan purnama pertama dibulan juli/asalha, jenis vassa ini disebut Purimikavassupannayika. Dan vassa jenis kedua dilakukan satu hari setelah bulan purnama kedua atau satu bulan setelah bulan asalha, jenis vassa ini disebut Pacchimikkavassupanayika.
Didalam Vinaya Pitaka-Mahavagga, Vassupanayika Khandaka, Buddha bersabda : “Anujanami Bhikkhave Vassam Upagantum Dve Bhikkhave Vassupanayika Purinimika Pacchimika Aparajju-gataya Asalhiya Purimika Upagatantabha” yang artinya dimusim hujan, para bhikkhu harus bertempat tinggal disuatu tempat. Selama musim ini para bhikkhu harus mengawali dan mengakhirinya dengan sebuah upacara. Masa vassa, menurut aliran Theravada, menentukan para bhikkhu melakukan penyunyian disebuah vihara sesuai dengan aturan Vinaya. Masa ini dilakukan para bhikkhu selama 3 bulan penuh.
Pavarana (mengundang untuk memberikan nasehat)
Akhir dari vassa disebut pavarana. Pavarana adalah hari uposatha yang sangat spesial bagi para bhikkhu, yang mana dihari tersebut para bhikkhu mempunyai hak istimewa tidak mendengarkan pembacaan patimokkha sila sebagaimana dibaca setiap uposatha gelap dan terang. Pavarana ini, para bhikkhu mengundang yang lainnya untuk memberikan nasehat kepadanya atas perbuatan-perbuatannya yang keliru. Jumlah bhikkhu yang dibutuhkan adalah lima bhikkhu atau lebih dinamakan Sangha Pavarana. Jika pavarana hanya dilaksanakan oleh seorang bhikkhu dinamakan Puggala Pavarana dan jika pavarana dilakukan lebih dari seorang bhikkhu dan kurang dari lima bhikkhu dinamakan Ghana Pavarana. Untuk melakukan upacara ini sangha biasanya berkumpul diruang uposathagara, yang biasanya digunakan untuk pembacaan patimokkhasila. Satu persatu dari bhikkhu tersebut mengucapkan Pavarana dalam bahasa pali dimulai dari yang senior sampai kebhikkhu yang paling yunior. Setelah pavarana usai, maka tibalah hari kathina yang berlangsung selama satu bulan antara bulan Assayuja-Kattika (Oktober-November). Pada waktu dulu para bhikkhu memakai kain Jubah (civara) dari kain-kain pembungkus mayat. Pada zaman sekarang ini para bhikkhu bisa menerima kain atau jubah secara langsung dari umat Buddha. Sekaligus mereka juga bisa mempersembahkan empat kebutuhan pokok para bhikkhu atau parikkhara yaitu: 1. Civara (jubah) 2. Pindapata (makanan) 3. Senasana (tempat tinggal) dan 4. Bhesajja (obat-obatan). Setelah masa pavarana usai maka para bhikkhu bisa melakukan pengembaraan kembali seperti biasa. Para bhikkhu mendapatkan hak istimewa selama empat bulan setelah pavarana, yaitu: 1. Berpergian tanpa membawa jubah lengkap. 2. Berpergian tanpa harus minta izin kepada kepala vihara atau bhikkhu lain. 3. Diperbolehkan pergi selama 4 bulan penuh. 4. Diperbolehkan makan berkelompok dalam vihara. 5. Barang yang didapat pada saat menerima kathina dana bisa dibagi kepada para bhikkhu yang tinggal.
Kathina Dana (persembahan Jubah)
Hari kathina adalah hari bhatti umat buddha sebagai rasa syukur dan terima kasih kepada para bhikkhu yang telah melaksanakan masa vassa. Disamping itu, ucapan terima kasih atas nasehat, dorongan dan bimbingan untuk mengembangkan moralitas/etika. Hari kathina juga merupakan suatu momen yang baik untuk umat buddha atau siapa saja dianjurkan untuk melakukan perbuatan (dana) kepada sangha. Waktu ini digunakan oleh para bhikkhu untuk mengganti jubah baru untuk menggantikan jubah lama. Buddha memberikan izin istimewa kepada para bhikkhu untuk menerima dana kain jubah dari umat untuk menggantikan jubah lamanya. Buddha memberikan kesempatan ini kepada seluruh umat manusia yang sadar akan perbuatan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan, keluhuran, serta kesucian buddha masih tetap dilestarikan oleh umat manusia didunia ini. Upacara kathina ini sangat penting demi menunjukkan kemanunggalan antara sangha dan umat. Mereka harus saling asuh, asih dan asah demi solidaritas dan kelanggengan Buddha sasana didunia ini. Disamping itu upacara kathina mendorong para bhikkhu supaya menjadi bhikkhu yang baik dan taat pada vinaya (peraturan) serta mendorong umat menjadi umat yang baik dan patuh pada sila. Ini merupakan berkah termulia bagi kita bahwasannya kita saat ini masih bisa melakukan perbuatan bajik ini. Dan kebaikan-kebaikan inilah yang menjadi modal utama kita untuk menentukan cita-cita luhur kita nantinya. Ada beberapa pengertian tentang yang disebut Kathina Dana dengan sempurna:
1. Divihara itu minimal ada 5 orang bhikkhu yang bervassa.
2. Kelima bhikkhu itu harus memasuki vassa yang sama.
3. Harus menyelesaikan masa vassa pada waktu yang sama dan sempurna.
4. Kathina Dana harus diselenggarakan diuposathagara.
5. Pada upacara itu kelima bhikkhu yang bervassa divihara tersebut menerima persembahan kathina Dusam (kain untuk dibuat jubah kathina) yang dipersembahkan oleh umat.
6. Kelima bhikkhu itu kemudian serentak membuat sanghakamma(upacara), memutuskan siapakah yang berhak menerima jubah kathina.
Tetapi dalam hal berdana ini yang terpenting adalah barang atau sesuatu yang akan didanakan bukan barang dari hasil perbuatan yang tidak baik, misalnya; mencuri, merampok ataupun perbuatan tidak baik lainnya. Dalam berdana ada tiga faktor yang perlu dipahami oleh seorang pendana, yaitu;
1. Pubbacetana : berbahagia sebelum memberi.
2. Muncacetana : berbahagia saat memberi.
3. Aparaparacetana : berbahagia setelah memberi.
Kesimpulan
Vassa, pavarana dan kathina adalah satu ikatan yang tak terpisahkan dalam buddhasasana. Momen inilah yang bisa mengundang umat buddha bisa melakukan suatu tindakan yang baik dan bisa menciptakan kebahagiaan didalam kehidupannya. Dengan memahami dan mengerti arti ketiga point tersebut, umat buddha akan selalu menunjukkan rasa bhattinya kepada sangha dan selalu mendukung kegiatan-kegiatan mereka demi berkembangnya Buddha sasana didunia ini. Buddha bersabda bahwa “berdana pada sangha mempunyai nilai Dhamma yang jauh lebih tinggi dibanding dengan berdana pada seorang Bhikkhu (punggala bhikkhu) atau pribadi Buddha sendiri.”